TERAPI
HUMANISTIK EKSISTENSIAL
Salah satu bentuk dari
Psikoterapi adalah Humanistik-eksistensial therapy, dimana metode terapi ini
memusatkan perhatiannya pada pengalaman-pengalaman sadar, masa sekarang “di
sini dan kini” – dan bukan masa lampau. Di masa lalu tidak terdapat bukti adanya
minat yang serius terhadap aspek-aspek filosofis dari konseling dan
psikoterapi. Pendekatan humanistik eksistensial-humanistik menekankan
renungan-renungan filosofis tentang apa artinya menjadi manusia yang utuh.
Dalam
penerapan-penerapan terapeutiknya, pendekatan eksistensial-humanistik
memusatkan perhatian pada asumsi-asumsi filosofis yang melandasi terapi bagi
orang-orang dalam hubungan dengan sesamanya yang menjadi ciri khas, kebutuhan
yang unik dan menjadi tujuan terapinya, dan melalui implikasi-implikasi bagi
usaha membantu individu dalam menghadapi pertanyaan-pertanyaan dasar yang
menyangkut keberadaan manusia.
A.
Konsep Utama Terapi Humanistik Eksistensial
a. Kesadaran
Diri
Manusia
memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri, dimana suatu kesanggupan
yang unik dan nyata yang memungkinkan manusia mampu berfikir dan memutuskan.
Semakin kuat kesadaran diri pada seseorang, maka akan semakin besar pula
kebebasan yang ada pada orang itu.
b.
Kebebasan, Tanggung Jawab, dan Kecemasan
Kesadaran atas
kebebasan dan tanggung jawab bisa menimbulkan kecemasan yang menjadi atribut
dasar pada manusia. Kecemasan ekstensial bisa diakibatkan atas keterbatasannya
dan atas kemungkinan yang tak terhindarkan untuk mati (nonbeing). Kesadaran
atas kematian memiliki arti penting bagi kehidupan individu sekarang, sebab
kesasaran tersebut menghadapkan individu pada kenyataan bahwa dia memiliki
waktu yang terbatas untuk mengaktualkan potensi-potensinya. Dosa ekstensial
yang juga merupakan bagian kondisi manusia. Adalah akibat dari kegagalan
individu untuk benar-benar menjadi sesuatu sesuai dengan kemampuannya.
c.
Penciptaan Makna
Manusia itu unik dalam
arti bahwa ia berusaha untuk menentukan tujuan hidup dan menciptakan
nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupan. Menjadi manusia juga
berarti menghadapi kesendirian (manusia lahir sendirian dan mati sendirian
pula). Walaupun pada hakikatnya sendirian, manusia memiliki kebutuhan untuk
berhubungan dengan sesamanya dalam suatu cara yang bermakna, sebab manusia
adalah mahluk rasional. Kegagalan dalam menciptakan hubungan yang bermakna bisa
menimbulkan kondisi-kondisi isolasi dipersonalisasi, alineasi, kerasingan, dan
kesepian. Manusia juga berusaha untuk mengaktualkan diri yakni mengungkapkan
potensi-potensi manusiawinya. Sampai tarap tertentu, jika tidak mampu
mengaktualkan diri, ia bisa menajdi “sakit”.
B. Tujuan Terapeutik dalam Terapi
Humanistik Eksistensial
Terapi
humanistik eksistensial ini bertujuan untuk :
1.
Agar klien mengalami keberadaannya
secara otentik dengan menjadi sadar atas keberadaan dan potensi-potensi secara
sadar bahwa ia dapat membuka diri dan bertindak berdasarkan kemampuannya.
2.
Meluaskan kesadaran diri klien dan
karenanya meningkatkan kesanggupan pilihannya, yakni menjadi bebas dan
betanggung jawab atas arah hidupnya.
3.
Membantu klien menghilangkan
kecemasan-kecemasan sehubungan dengan tindakan memilih diri dan menerima
kenyataan bahwa dirinya lebih dari sekedar korban kekuatan-kekuatan deterministik
di luar dirinya.
C. Fungsi dan Peran Terapis dalam Terapi
Humanistik Eksistensial
Terapis dalam terapi
humanistik eksistensial mempunyai tugas utama, yaitu berusaha untuk memahami
klien sebagai sesuatu yang ada di dalam dunia ini. Dimana teknik yang
digunakannya itu selalui mendahului suatu pemahaman yang mendalam terhadap
kliennya. Prosedur yang digunakan bisa bervariasi, tidak hanya dari klien yang
satu ke klien yang lainnya, tetapi juga dari satu ke lain fase terapi yang
dijalani oleh klien yang sama.
Menurut Buhler dan
Allen, para ahli psikologi humanistik memiliki orientasi bersama yang mencakup
hal-hal berikut :
1.
Mengakui pentingnya pendekatan dari
pribadi ke pribadi ke pribadi.
2.
Menyadari peran dari tanggung jawab
terapis.
3.
Mengakui sifat timbal balik dari
hubungan terapeutik.
4.
Berorientasi pada pertumbuhan.
5.
Menekankan keharusan terapis terlibat
dengan klien sebagai suatu pribadi yang menyeluruh.
6.
Mengakui bahwa putusan-putusan dan
pilihan akhir terletak di tangan klien.
7.
Mengakui kebebasan klien untuk
mengungkapkan pandangannya.
8.
Mengurangi kebergantungan dari klien
terhadapnya.
D. Proses Klien Mencapai Kesembuhan
dalam Terapi Humanistik Eksistensial
Dalam terapi
eksistensial, klien mampu mengalami secara subjektif persepsi-persepsi tentang
dunianya. Dia harus aktif dalam proses terapeutik, karena dia harus memutuskan
ketakutan-ketakutannya, perasaan-perasaan berdosa, dan kecemasan-kecemasannya.
Dalam terapi ini klien terlibat dalam pembukaan pintu menuju diri sendiri,
dengan membuka pintu yang tertutup, klien mulai melonggarkan belenggu
deterministik yang telah menyebabkan dia terpenjara secara psikologis. Lambat
laun klien menjadi sadar, apa dia tadinya dan siapa dia sekarang, serta klien
lebih mampu menetapkan masa depan macam apa yang diinginkannya. Melalui proses
terapi ini klien bisa mengeksplorasi alternatif-alternatif guna membuat
pandangan-pandangannya menjadi real.
E.
Tahap Pelaksanaan Terapi Humanistik Eksistensial
1.
Tahap pendahuluan
Konselor mambantu klien dalam
mengidentifikasi dan mnegklarifikasi asumsi mereka terhadap dunia. Klien diajak
mendefinisikan cara pandang agar eksistensi mereka diterima. Konselor mengajarkan
mereka bercemin pada eksistensial mereka dan meneliti peran mereka dalam hal
penciptaan masalah dalam kehidupan mereka.
2.
Tahap pertengahan
Klien didorong agar bersemangat
untuk lebih dalam meneliti sumber dan otoritas dan sistem mereka. Semangat ini
akan memberikan klien pemahaman baru dan restrukturisasi nilai dan sikap mereka
untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dan dianggap pantas.
3.
Tahap akhir
Berfokus untuk bisa melaksanakan apa
yang telah mereka pelajari tentang diri mereka. Klien didorong untuk
mengaplikasikan nilai barunya dengan jalan yang kongkrit. Klien biasanya akan
menemukan kekuatan untuk menjalani eksistensi kehidupannya yang memiliki
tujuan. Dalam perspektif eksistensial, teknik sendiri dipandang alat untuk
membuat klien sadar akan pilihan mereka, serta bertanggungjawab atas penggunaan
kebebasan pribadinya.
F. Teknik-teknik dan Prosedur-prosedur Terapeutik
dalam Terapi Humanistik Eksistensial
Karena pendekatan humanistik-eksistensial
ini tidak memiliki metodelogi, maka sulit mengemukakan langkah-langkah
terapeutiknya yang khas, maka daripada itu para terapis eksistensial sering
mengambil metode dan prosedur dari terapi gestalt, analisis transaksional, dan
psikoanalisis yang diintegrasikan dalam pendekatan eksistensial. Seperti yang
dikemukakan Bugental dalam model terapi psikoanalisa, konsep inti psikoanalisis
tentang resistensi dan transfrensi bisa diterapkan pada filsafat dan praktek
terapi eksistensial, ia menggunakan kerangka psikoanalitik untuk menerangkan
fase kerja terapi yang berlandaskan konsep-konsep eksistensial seperti
kesadaran, emansipasi dan kebebasan, kecemasan eksistensial, dan neurosis
eksistensial.
Metode dan prosedur
yang digunakan dalam terapi eksistensial ini juga sangat bervariasi, tidak
hanya dari pasien yang satu ke pasien yang lain, tetapi juga dari fase satu
kefase yang lain pada pasien yang sama.
G.
Kekurangan
dan Kelebihan Terapi Humanistik-Ekstensial
- Kelebihan
1. Teknik ini
dapat digunakan bagi klien yang mengalami kekurangan dalam perkembangan dan
kepercayaan diri.
2. Adanya kebebasan
klien untuk mengambil keputusan sendiri.
3. Memanusiakan
manusia.
4. Bersifat
pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, analisis
terhadap fenomena sosial.
5. Pendekatan
terapi eksistensial lebih cocok digunakan pada perkembangan klien seperti masalah
karier, kegagalan dalam perkawinan, pengucilan dalam pergaulan ataupun masa
transisi dalam perkembangan dari remaja menjadi dewasa.
- Kelemahan
1. Dalam
metodologi, bahasa dan konsepnya yang mistikal.
2. Dalam
pelaksanaannya tidak memiliki teknik yang tegas.
3. Terlalu
percaya pada kemampuan klien dalam mengatasi masalahnya (keputusan ditentukan
oleh klien sendiri).
4. Memakan
waktu lama.
Sumber :
Semiun. Yustinus, OFM. 2006. Kesehatan
mental 3. Yogyakarta : Kanisius.
Corey, Gerald. 2009. Teori dan
Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama.
Misiak, henryk.2005.psikologi
fenomenologi,eksistensial dan humanistic. Bandung: PT Rafika aditama.
Semiun,Yustinus.(2006). Kesehatan mental 3. Kanisius:
Yogyakarta.
0 komentar:
Posting Komentar