Pages

Minggu, 27 Maret 2016

TUGAS 3



PERSON CENTERED THERAPY
A. Pengertian Person Centered Therapy
Terapi person centered merupakan model terapi berpusat pribadi yang dipelopori dan dikembangkan oleh psikolog humanistis Carl R. Rogers. Ia memiliki pandangan dasar tentang manusia, yaitu bahwa pada dasarnya manusia itu bersifat positif, makhluk yang optimis, penuh harapan, aktif, bertanggung jawab, memiliki potensi kreatif, bebas (tidak terikat oleh belenggu masa lalu), dan berorientasi ke masa yang akan datang dan selalu berusaha untuk melakukan self fullfillment (memenuhi kebutuhan dirinya sendiri untuk bisa beraktualisasi diri). Filosofi tentang manusia ini berimplikasi dan menjadi dasar pemikiran dalam praktek terapi person centered. Menurut Roger konsep inti terapi person centered adalah konsep tentang diri dan konsep menjadi diri atau pertumbuhan perwujudan diri.
Konsep utama dalam person centered therapy adalah pada hakikatnya manusia mempunyai tujuan tertentu dan berkembang maju ke depan. Organisme bersifat konstruksif, realistic, progresif, dapat dipercayai dan secara kodrat alamiah memiliki potensi untuk berkembang. Aspek-aspek negatif yang terjadi pada seseorang seperti irasional, anti sosial, egoistis, kejam, distruktif, kurang matang dan regresif disebabkan karena kehidupannya tidak selaras dengan kodrat alamiahnya atau dengan kata lain konsep diri sebenarnya tidak selaras dengan konsep diri idealnya sendiri.

B. Tujuan Person Centered Therapy
1.      Keterbukaan Pada Pengalaman
Klien diharapkan dapat lebih terbuka dan lebih sadar dengan kenyataan pengalaman mereka. Hal ini juga berarti bahwa klien diharapkan dapat lebih terbuka terhadap pengetahuan lebih lanjut dan pertumbuhan mereka serta bisa menoleransi keberagaman makna dirinya.
2.      Kepercayaan pada organisme sendiri
Dalam hal ini tujuan terapi adalah membantu klien dalam membangun rasa percaya terhadap diri sendiri. Biasanya pada tahap-tahap permulaan terapi, kepercayaan klien terhadap diri sendiri dan putusan-putusannya sendiri sangat kecil. Mereka secara khas mencari saran dan jawaban-jawaban dari luar karena pada dasarnya mereka tidak mempercayai kemampuan-kemampuan dirinya untuk mengarahkan hidupnya sendiri. Namun dengan meningkatnya keterbukaan klien terhadap pengalaman-pengalamannya sendiri, kepercayaan kilen kepada dirinya sendiri pun mulai timbul.
3.      Tempat evaluasi internal
Tujuan ini berkaitan dengan kemampuan klien untuk instropeksi diri, yang berarti lebih banyak mencari jawaban-jawaban pada diri sendiri bagi masalah-masalah keberadaannya. Klien juga diharapkan untuk dapat menetapkan standar-standar tingkah laku dan melihat ke dalam dirinya sendiri dalam membuat putusan-putusan dan pilihan-pilihan bagi hidupnya.
4.      Kesediaan untuk menjadi satu proses.
Dalam hal ini terapi bertujuan untuk membuat klien sadar bahwa pertumbuhan adalah suatu proses yang berkesinambungan. Para klien dalam terapi berada dalam proses pengujian persepsi-persepsi dan kepercayaan-kepercayaannya serta membuka diri bagi pengalaman-pengalaman baru, bahkan beberapa revisi.

C. Peran Terapis
Dalam pandangan Rogers, konselor lebih banyak berperan sebagai partner klien dalam memecahkan masalahnya. Dalam hubungan konseling, konselor ini lebih banyak memberikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan segala permasalahan, perasaan dan persepsinya, dan konselor merefleksikan segala yang diungkapkan oleh klien.
Agar peran ini dapat dipertahankan dan tujuan dapat dicapai, maka konselor perlu menciptakan iklim atau kondisi yang mampu menumbuhkan hubungan konseling.
Selain peranan diatas, peranan utama konselor adalah menyiapkan suasana agar potensi dan kemampuan yang pada dasarnya ada pada diri klien itu berkembang secara optimal, dengan cara menciptakan hubungan konseling yang hangat. Dalam suasana yang demikian, konselor merupakan agen pembangunan yang mendorong terjadinya perubahan pada diri klien tanpa konselor sendiri banyak masuk dan terlibat langsung dalam proses perubahan tersebut.

D. Fungsi  Terapis
1. Terapis dan klien berada dalam hubungan psikologis.
2. Terapis adalah benar – benar dirinnya sejati dalam berhubungan dengan klien.
3. Terapis merasa atau menunjukan unconditional positive regard untuk klien.
4. Terapis menunjukkan rasa empati serta memahami tentang kerangka acuan klien dan memberitahukan pemahamannya kepada klien.
5. Klien menyadari usaha terapis yang menunjukkan sikap empati berkomunikasi dan menunjukkan unconditioning positive regard kepada klien.

E. Ciri – Ciri Person Centered Therapy
1. Perhatian diarahkan pada pribadi bukan pada masalah. Tujuannya bukan untuk pemecahan masalah tapi membuat individu itu tumbuh untuk dapat mengatasi masalahnya sendiri baik masalah sekarang atau yang akan datang dengan cara yang tepat dan sesuai dengan apa yang diinginkan.
2. Penekanan lebih kepada faktor emosi daripada intelektual karena perbuatan lebih banyak dipengaruhi emosi daripada pikiran dari dalam diri.
3. Memberi tekanan yang lebih besar pada keadaan yang dialami sekarang bukan di masa lalu karena pola emosi sekarang sama saja dengan pola emosi yang lalu dan berdampak pada individu itu sendiri.
4. Penekanan pada hubungan terapeutik. Pengalaman tumbuh dari hubungan terapeutik itu sendiri sehingga individu belajar memahami diri sendiri, membuat keputusan, dan bisa berhubungan dengan orang lain secara lebih dewasa dan lebih luas.

F. Teknik – Teknik Person Centered Therapy
1.      Menerima
Terapis menerima pasien dengan respek tanpa menilai atau mengadilinya entah secara positif atau negatif. Pasien dihargai dan diterima tanpa syarat. Dengan sikap ini terapis memberi kepercayaan sepenuhnya kepada kemampuan pasien untuk meningkatkan pemahaman dirinya dan perubahan yang positif.
2.      Keselarasan
Terapis dikatakan selaras dalam pengertian bahwa tidak ada kontradiksi antara apa yang dilakukannya dan apa yang dikatakannya.
3.      Pemahaman
Terapis mampu melihat pasien dalam cara empatik yang akurat. Dia memiliki pemahaman konotatif dan juga kognitif.
4.      Mampu mengkomunikasikan sifat-sifat khas ini
Terapis mampu mengkomunikasikan penerimaan, keselarasan dan pemahaman kepada pasien sedemikian rupa sehingga membuat perasaan-perasaan terapis jelas bagi pasien.
5.      Hubungan yang membawa akibat
Suatu hubungan yang bersifat mendukung (supportive relationship), yang aman dan bebas dari ancaman akan muncul dari teknik-teknik diatas.

G. Metode Person Centered Therapy
1. Terapis menghargai tanggung jawab klien terhadap tingkah lakunya sendiri yang diamati terapis.
2. Terapis mengakui bahwa klien memiliki dorongan yang kuat dalam dirinya sendiri untuk mengarah pada kematangan dan independensi agar semakin mendalam.
3. Menciptakan suasana yang hangat dan memberikan kebebasan yang penuh dimana klien dapat mengungkapkan atau juga tidak mengungkapkan apa saja yang ia inginkan dan ia rasakan.
4. Membatasi tingkah laku (misalnya klien meminta agar terapis lebih lama untuk mendengarkan keluh kesahnya tapi terapis tidak boleh karena harus sesuai dengan jadwal yang telah di tetapkan sebelumnya).
5. Terapis membatasi kegiatannya untuk menunjukkan pemahaman terhadap apa yang diungkapkan klien kepada terapis.
6. Terapis tidak boleh bertanya, menyelidiki, menyalahkan, memberi penafsiran, menasihatkan, mengajarkan, membujuk, dan meyakinkan kembali klien.

H. Pengalaman Klien dalam Terapi
1. Klien datang ke konselor dalam kondisi tidak kongruensi, mengalami kecemasan. Atau kondisi penyesuaian diri yang tidak baik.
2. Saat klien menjumpai konselor dengan penuh harapan dapat memperoleh bantuan, jawaban atas permasalahn yang sedang dialami dan menemukan jalan atas permasalahanya. Perasaan yang dialami klien adalah ketidakmampuan mengatasi kesulitan hidupnya.
3. Pada awal proses konseling, klien menunjukkan perilaku, sikap, dan perasaanya yang kaku. Dia menyatakan permasalahan yang dialami kepada konselor secara permukaan dan belum menyatakan pribadi yang dalam. Pada awal-awal ini klien akan cenderung mengeksternalisasikan perasaan dan masalahnya dan mungkin bersifat defensif.
4. Konselor menciptakan kondisi yang ondusif dengan sikap empati dan penghargaan, konselor terus membantu klien untuk mengeksplorasi dirinya secara lebih terbuka.

I. Efektivitas Person-Centered Therapy
Terapi person center bisa efektif apabila terjalin hubungan yang baik antara terapis dan klien. Hubungan yang baik ini mengandung tiga unsur penting yaitu penerimaan yang hangat, keselarasan dan kesejatian, serta empati yang akurat. Untuk memperoleh hasil yang maksimal dari terapi ini, maka perubahan kepribadian mengikuti model “jika-maka” yang terdiri dari tiga bagian, yaitu: syarat-syarat, proses, dan hasil. Jika syarat-syarat itu dipenuhi, maka proses akan terjadi. Jika proses terjadi, maka hasil-hasilnya pun akan muncul. Supaya terapi dapat berhasil, maka syarat-syarat berikut harus dipenuhi, yaitu:
  • Dua orang berada dalam hubungan psikologis.
  • Yang pertama, mereka yang disebut klien, berada dalam status tidak menentu, rapuh, dan cemas.
  • Orang kedua yang disebut terapis, berada dalam keadaan selaras atau terintegrassi dalam berhubungan.
  • Terapis mengalami unconditional positive regard atau merasakan sikap positif tak bersyarat terhadap pasien.
  • Terapis memperlihatkan pemahaman yang akurat dan empatik terhadap kerangka acuan internal (internal frame of reference) klien dan berusaha mengkomunikasikan pemahamannya itu kepada pasien.
  • Terjadinya pengkomunikasian pemahaman empatik terapis dan sikap positif tidak bersyarat terapis kepada klien, walaupun pada tingkatan yang paling minim.
Terapi ini dikatakan berhasil atau efektif untuk klien jika klien dapat menentukan dan menjernihkan tujuan-tujuannya sendiri sampai tujuannya itu tercapai sehingga dapat menjadi manusia yang berfungsi penuh. Ada beberapa kelebihan dari terapi ini, yaitu;
  • Pemusatan pada klien dan bukan pada terapis.
  • Identifikasi dan hubungan terapis sebagai wahana utama dalam mengubah kepribadian. Sehingga tidak menekankan pada teknik namun pada sikap terapi.
  • Menawarkan perspektif yang lebih uptodate dan optimis.
  • Klien memiliki pengalaman positif dalam terapi ketika mereka fokus dalam menyelesaiakan masalahnya. Klien merasa mereka dapat mengekpresikan dirinya secara penuh ketika mereka mendengarkan dan tidak dijustifikasi, selain itu klien diberikan peluang yang lebih luas untuk mendengar dan didengar.
  • Sifat keamanan. Individu dapat mengexplorasi pengalaman-pengalaman psikologis yang bermaknya baginya dengan perasaan aman.
  • Dapat diterapkan pada setting individual maupun kelompok.
Sedangkan kekurangan dari terapi adalah sebagai berikut;
  • Terapi berpusat pada klien dianggap terlalu sederhana dan dalam tujuannya, dirasa terlalu luas dan umum sehingga sulit untuk menilai individu.
  • Tidak cukup sistematik dan lengkap terutama yang berkaitan dengan klien yang kecil tanggungjawabnya, serta minim teknik untuk membantu klien memecahkan masalahnya.
  • Sulit bagi terapis untuk bersifat netral dalam situasi hubungan interpersonal.
  • Terapi  menjadi tidak efektif ketika konselor terlalu non-direktif dan pasif. Mendengarkan dan bercerita saja tidaklah cukup, orang bisa memiliki kesan bahwa terapi ini tidak lebih daripada teknik mendengar dan merefleksi.
  • Tidak bisa digunakan pada penderita psikopatologi yang parah.
  • Memungkinkan sebagian (terapis) menjadi terlalu terpusat pada klien sehingga melupakan keasliannya. Terapis dapat kehilangan rasa sebagai pribadi yang unik.
  • Kesalahan sebagian besar terapis dalam menterjemahkan sikap-sikap yang harus dikembangkan dalam hubungan terapeutik. Sejumlah praktisi terkadalang menyalahtafsirkan atau menyederhanakan sikap-sikap sentral dari posisi person-centered.

J. Kelebihan Person Centered Therapy
1. Pemusatan pada klien dan bukan pada terapis.
2. Identifikasi dan hubungan terapi sebagai wahana utama dalam mengubah kepribadian.
3. Lebih menekankan pada sikap terapi dari pada teknik.
4. Memberikan kemungkinan untuk melakukan penelitian dan penemuan kuantitatif.
5. Penekanan emosi, perasaan, perasaan dan afektif dalam terapi.
6. Klien memiliki pengalaman positif dalam terapi ketika mereka fokus dalam menyelesaiakan masalahnya.
7. Klien merasa mereka dapat mengekpresikan dirinya secara penuh ketika mereka mendengarkan dan tidak dijustifikasi.

K. Kekurangan Pendekatan Person Centered
1. Terapi berpusat pada klien dianggap terlalu sederhana.
2. Terlalu menekankan aspek afektif, emosional, perasaan.
3. Tujuan untuk setiap klien yaitu memaksimalkan diri, dirasa terlalu luas dan umum sehingga sulit untuk menilai individu.
4. Tidak cukup sistematik dan lengkap terutama yang berkaitan dengan klien yang kecil tanggung jawabnya.
5. Sulit bagi terapis untuk bersifat netral dalam situasi hubungan interpersonal.
6. Terapi  menjadi tidak efektif ketika konselor terlalu non-direktif dan pasif. Mendengarkan dan bercerita saja tidaklah cukup.
7. Tidak bisa digunakan pada penderita psikopatology yang parah.
8. Minim teknik untuk membantu klien memecahkan masalahnya.

Sumber:
Gunarsa, Singgih D. 1996. Konseling Dan Psikoterapi. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.
Palmer, Stephen. 2010. Pengantar Konseling dan Psikoterapi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Corey, Gerald. 2009. Teori dan Praktek dari Konseling dan Psikoterapi. Bandung: PT Refika Aditama.
Semiun, Yustinus. (2006). Kesehatan Mental 1. Jakarta: Kanisius.

0 komentar:

Posting Komentar

 

(c)2009 MEISSY FERDERIKA MB. Based in Wordpress by wpthemesfree Created by Templates for Blogger